Monday, February 8, 2016

Kirab Gunungan dan Kerbau Bule

KENDAL – Sedekah bumi warga di tiga desa di Kecamatan Pageruyung Kendal Jumat (05/02) siang diisi dengan kirab dan arak-arakan gunungan hasil bumi dan kerbau bule. Ratusan warga ini berjalan kaki menuju bukit hutan Tawing di Desa Surokonto Wetan tepatnya di sumber mata air.
Tiga desa yang melaksanan sadranan sedekah bumi tersebut yakni, Desa Surokonto Kulon, Suronkonto Wetan dan Kebon Gembong. Tradisi sadranan digelar doa bersama dan makan bersama dengan harapan tanah dipertanian di tiga desa tersebut bisa subur dan membawa kemakmuran bagi warganya.
Setelah memanjatkan doa bersama, warga kemudian berebut gunungan nasi tumpeng lengkap dengan lauk pauknya. Dari anak-anak sampai dewasa ikut berebut nasi tumpeng tersebut. warga meyakini jika nasi tumpeng tersebut akan membawa berkah bagi yang memakannya.
Puncak kirab sedekah bumi ini  yakni penyembelihan  kebo bule yang telah dibacakan doa sebelumnya. Setelah disembelih daging dibagi-bagikan ke warga setempat  dan sebagian dimasak di lokasi sumber mata air dan makam sesepuh desa.
Menurut tokoh masyarakat setmepat,  Sudari, tradisi tersebut digelar sebagai wujud rasa syukur dan untuk mengenang para pendiri desa. Yakni mbah Kiai  Joko Suro, Mbah Kiai Salim dan Mbah Kiai Dadap.
Tiga tokoh tersebut merupakan tonggak awal berdirinya tiga desa tersebut. tiga orang tersebut telah berjasa membuat aliran air dari bukit hutan tawing menuju sawah-sawah warga.
“Jadi dulu, tanah di tega desa ini kering. Ada mata air tapi adanya dibukit hutan tawing. Lalu para pendiri desa ini mengalirkan air ke bawah sehingga sawah-sawah bisa dialiri air dan bisa ditanami padi,” tuturnya.
Hingga sekarang, aliran tersebut masih menjadi penghidupan  warga karena sampai sekarang terus mengaliri  tiga desa tersebut. bahkan tidak hanya sawah, tapi air juga digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Sementara Bupati terpilih, Mirna Annisa yang juga warga Surokonto Kulon, mengaku sangat senang dengan tradisi sedekah bumi tersebut. Menurutnya ini adalah tradisi yang harus dilestarikan oleh masyarakat.
“Ini adalah wujud syukur sekaligus wujud guyub rukunnya warga tiga desa. Yakni menunjukkan adanya rasa sama,  kebersamaan, perasaan senasib dan sepenanggungan. Saya kira tradisi ini hanya ada di Indonesia, jadi harus dilestarikan sebagai tradisi leluhur bangsa,” tandasnya. (Jur-LKTO/MunaArza)

0 komentar:

Post a Comment